1/31/14

" Ni Hao ? " : Kenalan sama Bahasa Mandarin Yuk!



"Ni Hao?" 
Mungkin sebagian besar dari kita tidak asing dengan kata tersebut, yap... Ni Hao berarti "Apa Kabar?"  dalam Bahasa Mandarin. Orang Tionghoa sendiri mempunyai cara unik dalam menyapa, mereka (Tionghoa) umumnya akan berusaha lebih mengakrabkan diri dengan bertanya lebih lanjut kepada orang yang disapa seperti, "Mau pergi kemana? Ngapain?" atau apabila pas jam makan siang, nanyain udah makan apa belum, tapi walaupun ditanya seperti itu, orang yang ditanya paham kalau itu merupakan basa-basi. Jadi kalau ditanya udah makan apa belum pas keadaan seperti itu biasanya dijawabnya udah walaupun mungkin belum makan karena maksud orang yang nanya tersebut adalah menyapa. Itu tanda sesama mereka menunjukan rasa care. Sama halnya Ni Hao yang berarti apa kabar sudah umum digunakan untuk menyapa orang.

Teman-teman yang masih awam jujur pasti pusing kalau melihat huruf-huruf Bahasa Mandarin yang lumayan rumit atau kalau bahasa sundanya riweuh gitu kan? Sama... saya pas dulu awal-awal belajar Bahasa Mandarin juga ngeluh ngelihat tulisan yang kaya gitu, mana nulisnya lumayan bikin tangan pegel, lumayan lah tangan jadi olahraga gara-gara harus nulis huruf Mandarin berlembar-lembar.
Jadi di Bahasa Mandarin itu nggak seperti kaya alphabet yang abjadnya dihafal, tapi selain harus belajar baca, juga nulis, plus dengerin  (soalnya ada nadanya yang beda nada beda juga artinya walaupun pronouncationnya sama). Dalam Bahasa Mandarin, huruf tulisannya itu disebut hanzi dan tulisan alphabetnya disebut pinyin (huruf yang bisa kita baca/romanisasinya).Setiap hanzi  mewakili karakternya masing-masing, konon hanzi itu mewakili replikasi dari arti kata yang ingin disampaikan. 

Sekarang kita membahas sedikit perbedaan Bahasa Mandarin di Indonesia dengan yang memang di China sana. Konon kalau di Indonesia orang-rang etnis China memang banyak yang menggunakan Bahasa Mandarin, begitu yang saya tahu, sebab teman-teman saya sendiri dari kecil memang banyak yang beretnis Tionghoa, ya bisa dibilang orang kompleks perumahan saya waktu kecil kebanyakan keturunan Tionghoa dan biasa pake bahasa Mandarin. Waktu SD aja teman paling dekat saya saja kebetulan etnis Tionghoa. Jujur sih berbeda banget pergaulan waktu dulu sama sekarang, sekarang teman-teman saya mah pribumi semua, hehehe... (Sorry Intermezzo ^^). Ngomong-ngomong soal masa kecil saya lagi, kebetulan nama asli saya sangat-sangat berbau Mandarin dan menjadi lirik sebuah lagu anak Mandarin. Dan waktu itu juga kebetulan saya menjadi murid pindahan baru dari kota lain dan lirik lagu tersebut pas banget dengan nama saya dan keadaan saya yang merupakan murid pindahan, jujur sih sebel juga diledek-ledekin namanya waktu itu (ayo tebak lagu apa itu???). Kembali ke topik ya, Bahasa Mandarin yang biasa dipake Tionghoa Indonesia ini sendiri berbeda sama Mandarinnya China, seperti kalo kakak cowok Mandarin Indonesia = koko, kalo Mandarin Chinanya= gege (baca:keke). Terus terimakasih = Kamsia (Mandarin Indonesia) = XieXie (Mandarin China). 

Sekarang mau bahas sedikit mengenai susunan kata dalam Mandarin ya. Kalau dalam Bahasa Inggris Teman Saya= My friend, kalau Bahasa Mandarin = Wo de Pengyou / Wo Pengyou (wo=saya, de=kata tambahan untuk kepumyaan yang boleh dipakai atau boleh juga gapapa jika ga dipakai , pengyou=teman), Jadi bisa diartiin "teman saya" dalam bahasa mandarin punya frase "saya punya teman" dengan adanya imbuhan "de" tersebut. Nah yang uniknya ni di Indonesia sendiri orang-orang enis keturunan, sering bilang teman saya menjadi "owe punya teman", nah itu konon pengaruh dari susunan dari kalimat bahasa Mandarin sendiri. Terus Bahasa Mandarin punya susunan kalimat = Subjek+keterangan+predikat, pokoknya kata kerja berada di akhir kalimat contohnya " Kakak perempuan saya bekerja di rumah sakit" = "Wo de jiejie zai yiyuan gongzuo" (jiejie=kakak perempuan, zai=di/ke, yiyuan=rumah sakit, gongzuo=bekerja) yang berarti kalau diartikan satu-persatu ke bahasa Indonesia menjadi "Saya punya kakak ke rumah sakit kerja . Nah sama halnya kata yang tadi, mungkin teman-teman punya pengalaman sendiri, yang mungkin memperhatikan ada engko2 atau enci2 yang lagi ngomong bahasa Indonesia dengan aksen Mandarin, trus susunan kalimatnya sama kaya susunan bahasa Mandarin, walaupun orang Indonesia sendiri sekarang juga sudah banyak yang memplesetkan Bahasa Indonesianya ya, karena maksud saya disini mengarah pada topik Bahasa Mandarin :) 

Sekian dulu aja ya, teman-teman... Sebenernya masih banyak yang mau ditulis.  Lain kali saya mau ngeshare yang lain...
Terimakasih untuk pembaca dan CMIIW ^^
XieXIe Ni. Zaijian!!!



1/29/14

2014 : Language Year, Final Project, Enterpreunership, Writer



                                    pict : weheartit.com

I just want to share about my epectation this year, i realize back to the days before, i haven't straightened my intention to reach my dream yet . I just dream but no action, i know there is wrong in myself.
Sharing about my friend's experience:
1. Call her " Jessie " :  persistence
    She will attempt to reach her desire, whatever she do to incarnat her dream. I salute to her. She wants getting grade "A"  and she wants to be Model too. She applicate it and she attempt to incarnat her dream in order to be a model, dream... dream... dream....
All people have it, but depend on the action.

2. Call her "Rili" : Family conflict
    It's not easy if our family is almost broken. Rili, she doesn't want people to take a pity about her. She comes from common family, she is often crying about her fate. However, it doesn't work. Tears never finish the problem. She wants to change, but it doesn't work. She believes, if one day happy ending story will comes. Just like Cinderella story, but in reality it's not like that. Family is the foundation, like building house, first we have to build foundation.

YES, Thanks for GOD if we've given perfect family.



2/20/13

4 Sakura Bab 1 (part 2)


Bab 1 (part 2)
Awalan yang pasti ada akhirannya


Senin pagi di SMAN Nusa 5 seperti sekolah-sekolah lainnya mengadakan upacara bendera setiap Senin. Jessi yang kece diantar oleh ayahnya ke sekolah, turun dari mobil dan menjadi perhatian sejumlah kaum adam yang sering mengecengi Jessi.
                “Jess… Jess.. Jess… prikitiw,”
                Jessi pun memandang mereka lirih dan berlalu tanpa mempedulikan godaan anak-anak laki-laki tersebut.
Namun ketika sampai di depan pintu gerbang, Jessi menurun-nurunkan roknya yang panjangnya hanya diatas lutut agar tepat selutut. Jessi mengendap-endap jalan bersembunyi di belakang siswa lain agar tidak kena razia oleh guru yang sedang mengadakan razia ketertiban.
Dari arah depan Jessi muncul Juno yang kemudian mengkagetkan Jessi yang masih berjalan mengendap-endap.
“Heh, Jes!” tegur Juno
“Eh jantung gue copot,”Jessi latah dan langsung memelototi Juno
“Juno ga lucu ah… “
“Gue bukan badut Jess, jadi wajar ga lucu, hahaha”
“Ade gue noh nyariin lo kemaren ga maen ke rumah.”
“Niat gue ngecengin kakaknya, tapi kenapa yang kesengsem malah adeknya,”
“PD banget lo, adek gue kesengsem sama lo,”
“Buktinya tuh….”
“Yaela… lo kan Cuma dianggap Teddy bear hidup sama ade gue,”
“ganteng-ganteng gini disamain kaya Teddy bear,”
“Juno… lo mah beraninya ngecengin gue sama Rili doang, coba Neysa atau Dina . Ga berani kan lo?”
“Neysa sering kok bercanda sam gue. Eh Rili mah emang sumber dari segala bahan ceng-cengan huahaha,”
“Jahat banget lo sama Rili,”
“Kaya lo ga suka cengin Rili ajah deh Jes,”
“Iya juga sih, tapi lo ga berani kan kalo sama Dina?”
“Dina mah… kalo ada cowok yang naklukin dia, tuh cowok mesti perfect banget,”
“Dina tuh simple tau, tapi kalian aja para cowok yang merumit-rumitkan,”
Dina dan Neysa tiba di sekolah bersama dan menyapa Juno dan Neysa yang duduk di depan kelas.
“Jessi Juno tumben akrab,”
“Emang kita akrab kan Jes?” jawab Junho yang mencoba merangkul bahu Jessi
“Eh ini tangannya apa-apaan ,”
“Maaf reflek Jes,”
“Tapi ngomong-ngomong Rili kok belum dateng ya? Mesti telat lagi deh,”
“Enggak lah, palingan juga dateng di detik-detik terakhir sebelum gerbang ditutup,”
Teeeetttt…. Teeetttt
Dua kali bel berbunyi menandakan upacara bendera akan segera dimulai. Siswa siswi SMAN Nusa 5 bergegas berbaris ke lapangan untuk upacara rutin yang diadakan setiap Senin ini.
Benar saja, Rili benar-benar baru datang di saat pintu gerbang akan ditutup
“Tunggu pak….” Rili berlari menabrak pagar, namun untungnya tetap bisa masuk ke sekolah karena pintu pagar yang belum ditutup terlalu rapat. Rili pun berlari langsung ke kelas seketika menaruh tas dan mengambil topi sekolahnya. Kemudian lari menuju lapangan sebelum diinspeksi oleh guru di kelas.
“ Aduh kelas 1I dimana lagi?” gerutunya dalam hati.
“Rili disini… disini…” panggil temen-teman sekelas Rili yang melihat Rili.
“Aduh…. Heh… hehh… heh…” Rili masih mengatur nafas yang masih tersengal-sengal.
“Ril, kebiasaan deh lo kalo hari Senen datengnya mepet.”
“Maunya sih ga mepet, tapi takdir membuat gue kepepet,”
“Alah itu mah alasan lu aja Ril, pake nyalahin takdir,” seru Nick.
“Ih sumpah deh, alarm gue udah gue pasang dari jam 5.”
“Alarm jam 5, tapi bangunnya tetep jam 6 kan?”
“Hehehe… iya sih, abis kasur gue menggoda gue untuk ga tergerak dari kasur,”
Tiba-tiba seorang guru menghampiri mereka dari belakang dan langsung menodong-nodongkan penggaris kayu besar ke pinggang mereka.
“Ini upacara lagi khidmat-khidmatnya, kalian bisa-bisanya ngobrol, mau saya suruh baris di depan tiang bendera pas?”
“Iya, eh enggak pak !” jawab Juno.
Setelah guru tersebut pergi, anak-anak tersebut tersenyum – senyum dan tidak berisik untuk sementara. Namun, saat bagian pidato Pembina upacara mereka kembali mengobrol dan tidak kapok apabila ketahuan berisik lagi.
Suasana SMAN Nusa 5 tak ubahnya SMA-SMA lain, namun yang membedakan ialah keadaan lingkungannya yang bertema go green sehingga banyak pohon rindang yang menghiasi di depan lorong-lorong koridor kelas. Taman kecil di sepanjang depan teras kelas ditumbuhi tanaman-tanaman hijau dan tanaman hias lainnya seperti tanaman cocor bebek, kembang sepatu, lidah buaya, bunga Mawar, bunga bougenville, dan masih banyak lagi.
Gedung 1 sekolah ini terdiri dari Lantai 1 yang digunakan oleh seluruh siswa kelas 3 jurusan IPA dan IPS. Kemudian di lantai 2 seluruhnya digunakan sebagai ruang kelas siswa kelas 1 yaitu dari kelas 1A samapai 1I. Sedangkan Gedung 2 yang juga terdiri dari 2 lantai terdapat ruang guru, BP, Kepsek, perpustakaan , dan aula pertemuan. Lalu Gedung 3 terdapat ruang kelas bagi anak kelas 2 IPA dan IPS pada lantai 2 nya. Sedangkan lantai 1 nya digunakan sebagai ruang laboratorium dan multimedia. Di sudut pojok belakang terdapat kantin dan sebelahya juga terdapat Musholla.
Ruang kelas 1I berada di pojok sebelah tangga yang merupakan ruang kelas dari Rili, Dina, Jessi, dan Neysa. Saat ini mereka sedang waktunya istirahat pertama, kebanyakan dari mereka sedang jajan ke kantin. Di kelas mereka terdapat anak berbadan besar yang sangat rakus makan, namanya ialah Deru. Si Deru ini suka sekali memerintah anak-anak lain membelikannya makanan ke kantin dengan imbalan uang. Kantin yang jauh dari kelas dan sesak dengan siswa-siswa lain juga membuat siswa kelas 1I malas untuk jajan ke kantin sehingga sering nitip untuk beli jajan juga. Dan yang paling sering menjadi tukang titip kelas ini ialah Rili, Juno, dan Nick.
“Rili… “ teriak Deru.
“Iya Der, gue ga budek kok. Kagak usah teriak-teriak napa,”
“Lo mau ke kantin kan? Ni gue nitip nasi rames 1 bungkus nasi 2 porsi lauknya ayam goreng jangan pake sambel pake tahu tempe bacem sama lalapannya jangan lupa, eh tambah es the manis terus stick keju 1, stick coklat juga 1. Kembalinya 7000 buat lo.”
“Ok deh der, “
“Cepet ya ga pake L”
“Sipsip”
“Nick, Juno ayo ngantin,” ajak Rili
“Misuaku Nick… aku mau nitip juga ya…” ujar Cikiz. Cikiz ini si cewek cantik yang polos sangat dan sering main orang-orangan di kelas , dia menjadikan si Nick ini suami-suamiannya. Sedangkan Dea merupakan sohib karirnya sering menjadi anaknya. Nick yang lebih kalem, dan sering bermain dengan anak perempuan ini hanya pasrah dijadikan suami-suamiannya si Cikiz. Namun si Nick ini ga terlalu mempedulikan Cikiz, sedangkan Cikiz sering menggoda Nick. Nick sendiri sering dipertanyakan kecowoannya. Hal tersebut disebabkan Nick ini kurang suka main futsal dengan anak-anak cowok lain, malahan sering mengobrol dan main dengan anak-anak cewek. Cikiz sendiri cantik, baik, feminine namun sayangnya kelewat lugu, polos sehingga  menjadi lemot. Huahahaha
“Ada imbalannya ga?”
“2000 nih…”
“Gue nitip coklat sama buat Dea donatnya 2000,”
“Juno… gue nitip es Bubble rasa vanilla blue ya,” ucap Jessi yang menghampiri ketiga orang itu.
“Ga mau ah Jes, lu mah nitipnya Cuma-Cuma,”
“Pelit banget sih, Rili…  nitip ya gue,”
“Gue udah dititipin Deru Jes, maaf.”
Jessi yang tidak kehilangan akal, menghampiri Deru dan mengadukan bahwa Juno yang tidak ingin dia minta titipi.
“Deruuu Juno pelit ga mau dititipin,”
“Juno….”
“Iya Der, “
“lo ga mau dititipin sama Jessi?”
“Bukan gitu Der, ga ada yang Cuma-Cuma di dunia ini.”
“Uh dasar, yaudah Rili ntar kasih Juno 2000 ya. Gue pikir-pikir 7000 kebanyakan dengan jumlah titipan gue yang cuma segitu.”
“Ya Derr…” ucap Rili pasrah.
“2000 ya ke gue Ril, yuk ke kantin sekarang,” ajak Juno.
Akhirnya mereka kembali ke kelas setelah membeli jajan.
“Mana titipan gue Juno?”
“Sabar sih Jess, lo tuh cewek branded tergamodal. Coba noh liat Cikiz, cantik, branded, modal lagi.”
“Yaaaa… Juno,” teriak Jessie dan kemudian menarik kuping Juno an membisik ke telinga Juno, “Lo bandingin gue sama cewek lemot kaya gitu?”
“Aaaa sakit Jess. Lo tuh brutalnya ga kalah sama Rili, gaulnya ama Rili mulu sih jadi ketularan brutalnya kan?”
“Daripada lemot kan?”
“Ga dua-duanya. Gue sukanya sama cewek normal, ni pesenan lo”
“yang penting pesenan gue sampe cuy,”
***

Awan hitam tampak mengitari langit, menandakan akan turunnya  hujan. Langit mendung itu semendung hati Rili yang sedang duduk di beranda rumahnya sambil membaca sebuah majalah. Dia hanya membolak-balik halaman-halaman majalah tersebut. Rili tampak gundah memikirkan sesuatu, namun tidak jelas apa yang dipikirkannya.
“Rili… udah mau ujan angkat jemuran dulu !” seru si mama dari dalam rumah.
“Bentar ma…” jawab Rili yang malas beranjak dari tempat duduknya.
“Cepet Ril.. ujannya keburu turun,”
Rili pun akhirnya segera ke balkon rumah dan mengangkat jemuran.
“Rili….” Seseorang memanggil Rili dan dia adalah Jessi yang baru saja pulang dari les vokalnya.
Rili segera keluar dan membukakan pintu pagar untuk Jessi.
“Udah mau ujan Jes, lo ga langsung balik ke rumah?”
“Ya elah… seberapa jauh sih rumah kita, naek angkot doang,”
“Masalahnya mau ujan neng,”
“Ada payung kok tenang,”
“Terserah kalau gitu,”
“Muka lo kusut banget sih Ril, pasti lagi galauin Cruize ya?”
“Gue bt Jes, ga menang undian hadiah tiket nonton Cruize, konsernya mana 8 hari lagi. Kenapa cuman gue yang ga menang? Huaaa” Rili yang ternyata sedang menggalau karena belum punya tiket menonton boyband idolanya yaitu Cruize ini dari tadi membolak-balik majalah hanya untuk mencari kuis undian yang berhadiah tiket nonton Cruize.”Lo kalo kesini Cuma mau ngecengin gue mending lo pulang ya, gue lagi ga mood ngeladenin ,”
“Sini cup cup… Gue ga sejahat itu kok, kesini juga bukan buat ngecengin lo kok, justru mau bantuin lo dapet tiket gratis nonton Cruize.”
“Tumben lo baik,” Rili menghentikan rengekannya dan penasaran .
“Soalnya gue bakal dapet tiket VVIP Cruize, jadi tiket tribun gue buat lo aja,”
“Loh kok bisa? Bukannya katanya lo lagi bokek jadi nyari tiket gratisan ya?”
“Seseorang baik hati ngasih gue,”
“Dengan Cuma-Cuma?”
“Enggak sih… hehehe,”
“Gebetan lo yang mana yang sebaik hati itu sampai-sampai mau beliin lo tiket VVIP Cruize?” Rili langsung menebak bahwa yang memberikan Jessi tiket ialah gebetan Jessi. Jessi yang sering disukai banyak cowok dan diajak untuk ngedate, namun hanya menjalin hubungan sebatas itu atau tidak berkomitmenuntuk pacaran. Jessi hanya terenym-senyum malu di hadapan Rili.
“Menurut lo siapa Ril?”
“Ka Beni? Rio? Ka Anwar? Erwin?”
“Banyak banget kandidatnya? Lagian bukan gue kok yang mau tapi gue ditawarin. Yang bener tebakan lo yang pertama,”
“Ka Benny?”
“Yups. Hehe “
“Kak Benny kan emang udah kerja dan orang tajir pula,”
“Ga gitu juga, dia tuh kakaknya kerja di manajemen EO yang mau menggelar konsernya Cruize, terus dapet jatah tiket VVIP. Yaudah deh kak Benny nawarin gue,”
“Enak banget sih hidup lo Jes, gue juga mau tiket VVIP gratisan. Tapi kata lo itu ga Cuma-Cuma? Trus suruh ngapain? Bukan hal yang aneh-aneh kan?”
“Enggak sih, sebenernya gampang. Tapi guenya aja males buat  ngerjainnya. Jadi….”
“Jadi lo mau minta bantuan gue?”
“Tiket gratis nonton Cruize loh,”
“Emang apaan sih ?”
“Berhubungan sama kerjaannya dia sih. Disuruh nyebarin kuisioner gitu sih, tapi gue lupa tentang apa. Pokoknya ke anak-anak SMA, yak e temen-temen kita aja sih sebenernya.”
“Kalo gitu mah gampang,”
“Ok. Jadi lo yang ngerjaiin ya,”
“Siipp..”
Hujan di luar yang sudah deras menjadi saksi perbincangan 2 gadis ini. Gadis-gadis yang tergila-gila dengan para idola mereka sehingga rela melakukan apapun demi mendapat tiket gratis menonton idolanya.
***

Esok harinya di sekolah pada jam istirahat, Jessi mengeluarkan setumpuk kertas dari tas jinjingnya. Kertas tersebut merupakan kertas kuisioner yang harus dibagikan dan diisi oleh para siswa-siswa SMA yang isinya tentang perancangan sepatu model terbaru yang diminati ABG jaman sekarang.
“Ini kuisioner yang kemaren gue bilang,”
“Banyak banget,”
“Emang, kan kemaren gue bilang ga sedikit.”
“Ke kelas-kelas lain juga dong,”
“Ya iyalah,”
“Kalo yang seangkatan sih gue masih ok-ok aja, tapi kalo ke kelas kakak kelas malu juga kali,”
“Oleh sebab itu, gue juga malu dan males juga sih. Lo kan udah janji kemaren?”
“Ini sih ngerjain gue Jes,”
“Tiket gratis-gratis…”
“Iye-iye. Kata-kata gratisnya terngiang-ngiang terus di telinga gue,”
        Juno dan Nick yang baru kembali dari kantin menghampiri tempat duduk Jessi dan Rili yang memang duduk sebangku. Juno mengambil secarik kertas kuisioner tersebut dan mulai membacanya keras-keras.
“satu, model sepatu apakah yang anda gemari? A sneaker, b kanvas, c flat shoes, d lain-lain ,”
“Juno apa-apaan sih. Ga usah dibaca keras-keras juga, isi-isi aja,” teriak Rili yang menarik-narik lengan kemeja Juno.
“Ini punya lo Ril? Buat apaan?”
“Isi-isi aja ga usah banyak nanya,”
“Ga mau isi kalo lu ga jawab pertanyaan gue,”
“Ga ada yang nyuruh lo buat ngisi kuisioner ini kok!” balasnya.
“Tau nih Jun, ga usah ngerecokin urusan orang deh,”
Rili kemudian maju ke depan kelas dan menjelaskan tentang kuisioner tersebut.
“Temen-temen, mohon perhatiannya sebentar ya, gue punya kuisioner isinya tentang produk sepatu. Minta bantuannya buat ngisi ya. Makasih banyak sebelumnya,”
Rili membagi-bagikan ke teman-teman kelasnya walaupun suasana kelas yang sedang sangat berisik.
“Ril… ini produk sepatu apaan?”Tanya salah seorang temannya.
“produknya Madle”
“Gue lebih suka pake produknya White wind. Gapapa kan kalo gue ga ngisi?”
“Tinggal ngisi doang sih. Masa ga mau?”
“Gue ga mau. Jadi lo mau maksa gue?”
“Ok-ok selow sih,”
Rili yang agak kerepotan untuk memandu teman-temannya mengisi kuisioner tersebut mulai merasa jenuh mengerjakan hal tersebut. Neysa mulai menyemangati temannya tersebut karena dia tahu bahwa Rili mengerjakan hal ini demi mendapatkan tiket konser gratis Cruize.
“Rili fighting!”
“Eh Neysa, lo tau?”
“Tau apa?”
“soal kenapa gue bagiin kuisioner,”
“Demi Cruize kan? Jessi udah cerita kok,”
“Iya demi Cruize gue harus semangat. Semangat! Semangat !”
“Gue bantuin deh kalo ke kelas-kelas lain. Abis kasian juga gue sama lo sampe kewalahan gini, baru di kelas sendiri aja”
“Kelas kita mah emang dasarnya aja kelasnya anak-anak brutal jadi agak susah diatur gini,”
Jessi dan Dina menghampiri Rili.
“HEH!” tegur Jessi pada Rili dan membuatnya terkaget.
“Yaampun Jes, ngagetin gue aja lu ah.”
“Sorry ya ngerepotin lo soal kuisioner ini.” Ujar Jessi.
“gapapa kok Jes,”
“Gue sama Dina juga bakal bantuin lo nyebarin ke kelas-kelas lain kok!”
“Yang bener?”
“Iya, “ ujar Dina.
“Dina.. makasih semua,” ujar Rili terharu.
Setelah selesai membagikan kuisionernya di kelas mereka sendiri, merekapun ke luar kelas dan mencari kelas kosong pelajaran yang juga sedang tidak ada guru. Kebetulan saat ini, pelajaran mereka kosong karena gurunya sedang berhalangan hadir.
“ Tuh kelas 1E kayanya ga ada guru juga,” ujar Rili.
Mereka pun masuk kelas 1E yang juga sedang tidak ada guru. Dan untungnya pembagian dan pengisian kuisioner ini berhasil, kemudian mereka mencari kelas kosong lagi dan ternyata kelas kosong lahi ialah kelas 1 C.
“Kelas 1C kosong juga kayanya?”
“Ciee Jes, keinget mantan?” goda Neysa.
“Ah Neysa…. Masa lalu biar berlalu,” jawab Neysa.
Neysa terlebih dahulu meminta izin untuk menyampaikan maksud dan tujuan mereka masuk ke kelas 1 C, keadaan kelas 1C berkebalikan dengan keadaan kelas 1I. Siswa-siswinya tetap teratur bahkan sebagian besar membuka buku catatan pelajaran mereka. Walaupun tetap ada yang bermain-main, namun masih dapat dikondisikan. Ternyata Elga merupakan ketua kelas dari 1C, Elga adalah mantan pacar dari Jessi sewaktu kelas 3 SMP. Mereka putus hanya setelah 2 minggu masuk kelas 1 SMA, padahal mereka masuk di SMA yang sama sedangkan mereka sekolah di SMP yang berbeda. Elga sendiri merupakan teman Rili dari SD, SMP, dan ternyata masuk di SMA yang sama juga. Sewaktu SD Rili bahkan menjadi teman sebangku Elga dari kelas 4 sampai 6 SD.
Flashback tahun 90-an…
Tahun 1997 Rili yang masih duduk di bangku kelas 4 SD, guru di kelasnya  yang mengatur teman sebangku dari masing-masing anak. Kelasnya begitu berisik, sehingga si Ibu guru memutuskan memasangkan teman sebangku setiap anak menjadi cewek cowok ya dengan tujuan mereka tidak saling ngobrol terutama saat pelajaran berlangsung. Sebenernya sih hal tersebut tidak terlalu mempan, namanya juga anak-anak ada-ada saja yang mau diobrolkan.
Dari SD Rili emang sudah terkenal tomboy dan lebih banyak bermain dengan teman-teman cowok bahkan potongan rambutnya cepak seperti anak-anak cowok. Elga adalah salah satu cowok favorit bahkan dari SD dia sudah banyak yang suka. Tidak heran sebenarnya kenapa cowok ini banya yang suka ya karena pintar, ganteng, baik, dan supel juga dalam bergaul. Rili bersekolah di salah satu SD Negri elite di kotanya yang bahkan anak-anak ceweknya sudah tahu mode-mode yang berkembang. Rili sendiri tidak banyak bergaul dengan anak-anak cewek tersebut, sedangkan anak-anak cewek tersebut mempunyai geng masing-masing dan suka menggosip atau cerita macam-macam bareng bila tidak ada guru di kelas. Rili mempunyai sahabat cewek bernama Esther saat itu, gadis tinggi, berkulit putih, bermata sipit  karena keturunan Tionghoa tersebut menjadi satu-satunya teman dekat perempuan Rili di kelas. Mereka yang awalnya duduk sebangku harus terpisahkan karena guru yang memindahkan tempat duduk mereka, Rili pun menjadi sebangku dengan Elga. Bisa dibilang banyak anak cewek yang cemburu kepada Rili yang menjadi sebangku dengan Elga. Rili bahkan tidak jarang diisengin oleh anak- anak cewek lain.
Rili yang begitu lugu dan polos kadang tidak menyadari bila sedang dikerjain oleh teman-temannya, teman-teman cowoknya juga sering mengerjainnya. Seperti menyandungkan kaki di jalan saat Rili berjalan, menaruh kartu ujian Rili diatas lemari buku, menaruh ingus di kolong meja tempat duduk Rili, dan lain-lain. Rili lebih sering bergaul dengan teman-teman cowoknya terutama bila mengerjakan tugas, Rili membantu teman-teman cowoknya tersebut mengerjakan tugas. Selain itu Rili juga sering diejek-ejek oleh teman-temannya bila pacaran dengan Elga. Rili paling kesal apabila teman-temannya sudah mengejek tentang pacar-pacaran(Namanya juga anak kecil pasti malu kalau diejek-ejek tentang cowok). Padahal Elga dan Rili kenyataannya juga sering bertengkar, terutama kalo Elga sedang malas dan meminta tugasnya dikerjakan oleh Rili. Tapi Elga ini juga sering curhat ke Rili, Rili juga kadang baik tapi kadang juga memaki-maki Elga. Mereka akur atau tidak tergantung mood memang. Walaupun begitu Elga sering kasihan kalau melihat Rili sedang dikerjain oleh teman-temannya. Padahal Elga juga sering mengisengi Rili, Elga selalu mendapatkan peringkat 3 besar di kelas sedangkan Rili paling masuk 10 besar saja. Saat ulangan di kelas, Elga tidak jarang mencocokan jawabannya dengan jawaban Rili. Pernah suatu ketika ulangan, Elga mencocokan jawabannya dengan Rili. Dan ada yang berbeda, Elga meyakinkan Rili kalau jawabannya yang benar. Rili benar-benar mengganti jawabannya seperti jawaban Elga. Setelah diperiksa ternyata jawaban awal Rili yang benar, sedangkan jawaban Elga malah diganti jawaban Rili yang semula. Alhasil Elga mendapat nilai 90, sedangkan Rili hanya 83. Hal tersebut membuat Rili kesal dan marah memaki Elga. Elga dengan muka polos tidak membalas ejekan Rili, namun menunjuk-nunjuk dahi Rili dengan jari telunjuknya. Hal itupun menjadi kebiasaan Elga ke Rili, dan semakin hari persahabatan Rili dan Elga juga semakin dekat.
Kelas 5 dan 6 juga tidak berbeda, Elga dan Rili kembali dipasangkan duduk sebangku oleh wali kelas mereka. Keduanya sama-sama mengeluh bosan, selain itu anak-anak cewek lain juga semakin sebal dengan Rili karena semakin akrab dengan Elga. Elga di kelas digosipkan dengan 3 cewek yang berbeda, yaitu Irma, Shinta, dan Ratu(tapi kembali lagi, namanya juga anak kecil jadi ya malu-malu plus sebel kalo dikatain pacar-pacaran padahal mereka memang pacaran ala anak SD). Elga akhirnya curhat juga mengenai cewek-cewek yang menyukainya dan ternyata sekarang dia sedang pacaran dengan Shinta. Rili kaget juga dicurhati Elga masalah pacaran, Rili yang tidak mengerti apa-apa hanya mnjadi pendengar yang baik.
Tidak terasa mereka sudah kelas 6 dan akan segera lulus SD…
Pada suatu siang saat jam istirahat anak-anak cewek bermain lompat tali, Rili yang tidak lihai dan jarang bermain permainan tersebut diajak oleh teman-teman ceweknya ikut bermain lompat tali. Rili yang padahal jarang diajak bermain oleh mereka, langsung mengiyakan ajakan bermain mereka.
“Rili, kamu bisa main karet kan?”
“Bisa sih, tapi ga jago,”
“Kalau gitu ayo main karet bareng kita,”
“Tumben ngajak gue  main karet, ”
“Oh jadi ga mau nih?”
“Mau kok… mau,”
“Oh yaudah… ayo ayo,”
Mereka melakukan hompimpa untuk menentukan yang jaga, atau yang harus memegang karet dan untuk menentukan urutan yang lompat. Rili kebagian paling akhir melompat. Sekarang giliran Rili melompat, namun temannya yang jaga iseng menaikan batas melompatnya sehingga Rili menyentuh sedikit bagian dari karet tersebut. Rilipun mendapat giliran jaga, sepertinya ada teman-temannya yang lain yang bermain curang juga sehingga melanggar peraturan bermain lompat tali tersebut, dan hal tersebut mengakibatkan Rili lama jaga. Namun, akhirnya Rili keluar dari posisi jaganya dan kembali bermain. Sekarang giliran Rili lagi dan posisi karetnya ada di setinggi jengkal dari kepala. Rili memilih melakukan kopro karena dia tidak bisa melompat biasa dengan ketinggian tersebut. Anak yang lain memasang jebakan di depan ancang-ancang mendaratnya Rili dengan memberikan banyak pasir agar licin dan terjatuh. Benar saja, Rili melakukan kopro namun mendarat dengan tidak sempurna karena jatuh dan roknya pun kotor dengan bertaburan pasir. Rili ditertawakan teman-temannya, anak laki-laki yang sedang bermain futsal juga ikut tertawa karena Rili yang jatuh. Ternyata tangan Rili ikutan lecet dan mengeluarkan sedikit darah. Rili yang tidak sadar bahwa sebenarnya dia habis dikerjain oleh temannya malah ikut tertawa dan sedikit meringis kesakitan. Teman-teman cowoknya malah menyeletuk agar Rili ga usah ikut-ikutan main karet padahal biasanya main kelereng bareng mereka.
Waktu istirahat telah habis dan mereka kembali ke kelas, guru sudah siap untuk mengajar. Elga yang duduk sebangku dengan Rili memperhatikan Rili yang tidak konsen mendengarkan penjelasan guru, memegangi lecet di tangannya.
“Ril, tangan lo kenapa?”
“Gapapa kok,”
“Gapapa kok dipegangin kaya gitu? “
“Bener gapapa deh, lo buat gue ga konsen belajar aja, “
“Ada juga elo yang buat gue ga konsen,”
Elga menarik tangan Rili yang memegangi luka di tangan kanannya, sehingga membuat Rili menjerit.
“Sakit Ga…”
Sontak hal tersebut menarik perhatian guru dan anak-anak yang lainnya.
“Rili kenapa teriak?”
“Gapapa kok bu,”
“Enggak Bu, Rili tangannya luka dan berdarah,”
“Oh kalau gitu mendingan dibawa ke UKS aja,”
“Ga usah bu, di rumah entar juga bisa kok. Lagian ga terlalu sakit,”
“Rili… coba ibu lihat lukanya, “ Ibu guru menghampiri tempat duduk Rili dan melihat luka di tangan Rili.
“Ya ampun Ril…. Lukanya lumayan banyak, kok kamu bisa jatuh? “
“Tadi dia main…” Elga mencoba menjawab pertanyaan ibu guru namun Rili langsung memotong ucapan Elga.
“Saya main karet dan jatuh karena kecerobohan saya sendiri bu…”
“Kamu ini ada-ada saja, yaudah kamu sekarang ke UKS lebih cepat diobatin biar lukanya cepat sembuh, Elga kamu anterin Rili ke UKS”
“Saya bisa sendiri kok, bu,”
“Rili… aku kan ketua kelas di kelas ini jadi kalo ada apa-apa sama anak kelas ini aku juga yang harus tanggung jawab.”
“Uuuuu… “ sorak anak-anak lain.
“Diam anak-anak, Yaudah Ga kamu cepat anterin Rili dan kalo udah selesai masuk kelas lagi,”
Rili sendiri sudah tahu akal-akalan Elga menemaninya ke UKS agar tidak ikut pelajaran gurunya tersebut. Sesampainya di UKS, Rili langsung diobati oleh guru yang ada di UKS. Rili meringis kesakitan selama diobatin.
“Biasa main gundu, malah main karet. Gini nih jadinya,”
“Berisik lu Ga… Mending lo balik aja ke kelas, gue ga butuh lo juga disini.”
“Bukannya bilang makasih gue anterin, malah gini nih balesannya setelah gue tolongin,”
“Apa? Ada juga lo tuh yang nyebelin parah. Lagian lo ga sadar apa ntar kalo ada anak-anak cewek yang cemburu karena lo nganterin gue kesini,”
“Cemburu? “
“Ga usah sok polos deh mukanya,”
“Lo tuh yah, udah tau mereka jarang ngajak lo main bareng. Mereka tuh udah pasti mau ngerjain lo kalo ngajak lo main bareng.” Nasihat Elga sambil menunjuk-nunjuk dahi Rili dengan jari telunjuknya.
Kali ini Rili tidak pasrah, malah hampir menggigit jari telunjuk Elga.
“Eh kerupuk masih lebih enak dari telunjuk gue,” ujar Elga.
“Emang lo kira ga sakit apa ditunjuk pake telunjuk lo?”
“Gitu aja sakit, anak taekwondo Cuma digituin kok sakit?”
“Apa hubungannya sama anak taekwondo? Sakit mah ya sakit aja,”
“Ketahanan tubuh lo kan lebih kuat dari cewek lain, uups lo kan bukan cewek ya?”
“Enak aja,”
“Ga, gue mau ngomong serius nih,”
“Apaan?”
“Lo beneran jangan terlalu merhatiin gue,”
“Geer banget lo gue perhatiin.”
“Pokoknya lo jangan baik-baik banget sama gue, normal aja kalo mau baik sama gue.”
“Maksud lo?”
“Nganterin gue pulang pas ujan deres saat ga ada yang mau nganterin gue, nolongin ngambil kartu ujian di atas lemari padahal dilarang sama anak-anak lain, ngambilin sepatu di atas papan tulis waktu main jari-jari, terus…” ucapan Rili langsung dipotong oleh Elga.
“Terus… lo ngerti artinya temen nggak?” Rili dan Elga terdiam.
“Itu gunanya temen ,” lanjut Elga.
“Tapi… Lo tau nggak kalo temen-temen cewek lain ga mau nemenin gue karena lo terlalu deket sama gue?”
“Loh kok lo nyalahin gue sih lo ga punya temen cewek di kelas? Lo lah yang harus koreksi diri, cewek kelakuan ga ada cewek-ceweknya,”
Ekspresi wajah Rili sudah hampir mengeluarkan air mata, matanya sudah berkaca-kaca.
“Ril… gue ga bermaksud buat lo nangis… Rili gue minta maaf,”
“Siapa yang nangis jagoan kok nangis.” Ujar Rili sambil menutupi kedua matanya dengan pergelangan tangannya.
“Ril… tadi gue bener salah ngomong kok, jangan masukin ke hati ya…”
“Yaudah lah, gue juga gapapa kok. Lo ga usah khawatir,”
“Tapi jangan nangis lo bener, entar dikirainnya gue ngapa-ngapain lo deh.”
“Elga lo tau kan Esther sahabat gue yang gue punya?”
“Iya lo udah bilang 1000 kali,”
“Lo tau kan kalo Esther suka sama lo? Lo juga udah bilang suka juga sama Esther? “
“Ooooh?”
“Esther sama Ratu kan temen deket lo ga mungkin ga tau kan?”
“Terus?”
“Lo bilang suka sama Ratu tapi bilang suka juga sama Esther, emang itu ga nyakitin hati mereka? Esther sama Ratu sekarang lagi musuhan gara-gara lo,”
“Kalo soal itu bukan urusan lo juga,”
Elga pergi meninggalkan Rili di UKS menuju ruang kelas. Sedangkan Rili masih di bilik UKS.
Akhirnya liburan perpisahan sekolah, mereka pergi ke taman hiburan yang terkenal di Jakarta. Anak-anak bernyanyi suka cita diiringi dengan gitar selama perjalanan menggunakan bus. Hubungan Elga dan Rili tidak sedekat sebelumnya setelah kejadian di UKS. Biasanya Rili dan Elga sama-sama menyanyikan lagu kesukaan mereka yang berjudul sahabat. Tapi sayangnya mereka tidak seakrab sebelumnya, Rili duduk bersebelahan dengan Esther namun tetap ikut bernyanyi di dalam bus. Elga memperlihatkan sedikit bahwa dia mempunyai hubungan dengan Ratu. Mereka melekukan foto berdua, selain itu Elga terlihat sangat perhatian dengan Ratu. Ratu termasuk cewek cantik, modis, dan disukain banyak cowok di kelas siapa yang ga mau kalo jadi pacarnya.
Sejak mereka lulus SD Rili dan Elga sudah tidak akrab lagi, padahal mamanya Elga dan Rili juga sudah saling kenal saat di sekolah SD mereka. Mereka masuk di satu SMP namun tidak pernah sekelas, dan jarang bertemu. Sekalinya bertemu hanya menyapa seala kadarnya. Di SMP pun Elga tetap menjadi salah satu cowok favorit anak-anak cewek. Rili yang 1 SD dengan Elga tidak jarang ditanya-tanya oleh teman-temannya soal Elga, mulai alamat rumah, tanggal lahir, nomor telepon, bahkan pacar. Tetapi Rili malah hanya mengatakan kalau mereka tidak terlalu dekat sehingga dia tidak tahu banyak tentang Elga.
Elga sendiri ternyata cowok flamboyant yang baik terhadap cewek-cewek namun belum tentu suka, tidak playboy namun tebar pesona ke cewek-cewek tersebut. Pacar Elga pasti cantik, modis, dan juga menjadi idola cowok-cowok.
Masa SMP berlalu berganti masa SMA dan hubungan antara Rili dan Elga malah lebih parah, hampir tidak saling kenal. Menyapa hanya menganggukan kepala sedikit, Rili sendiri sudah cuek dan tidak peduli toh frekuensi bertemu sangat jarang. Selain itu, teman sekolah juga silih berganti.
***

Kembali ke tahun 2004
Elga mempersilahkan mereka berempat masuk dan mereka menjelaskan pengisian kuisioner yang mereka berdua, untungnya kelas 1C terkondisi dengan baik dan rapi sehingga pengisian kuisioner bisa berjalan dengan lancar.
“Elga makasih ya… waktunya buat kelas ini udah bantuin kita,” ujar Neysa.
“Tunggu, lo yang namanya Dina ya?” tunjuk Elga pada Dina.
“Iya, Pak Taufik nyuruh gue ngasihin ini ke lo,”
“Apaan ini?”
“Proposal lomba olimpiade,”
“Fisika?”
“Pak Taufik wali kelas gue, sebagian proposal yang ga sempet dikasih ke anaknya langsung dititipin ke gue, kebetulan lo disini.”
“Tapi ga harus diterima kan?”
“Baca-baca aja dulu, syukur-syukur tertarik dan mau ikutan. Ga semua anak punya kesempatan sebagus ini?”
“Setiap orang punya passionnya masing-masing juga kali,” celetuk Jessi.
“Ya kan ini penawaran dan kesempatan, y ague sih lagian Cuma nyampein amanat guru aja,” balas Elga.
“Gue bawa dulu aja ya,”
“Iya malah buat lo kok itu, Pak Taufik kan udah milih lo buat ikut olim ini,”
Mereka meninggalkan kelas 1C dan kembali ke kelas mereka. Sesampainya di kelas, mereka membicarakan kembali proposal olimpiade dan juga Elga.
“Din, lo jangan sampe ya tertarik apalagi suka sama Elga,” ujar Jessi.
“Kenapa emang Jes? Mentang-mentang mantan lo?” tanya Rili
“Bukan gutu, Ril. Liat deh gaya flamboyant sok cool, sok ganteng bikin gue eneg?”
“Yaampun Jes… lo ga usah sampe lebay gitu deh ke Elga. Elga baik ah orangnya, kata temen gue juga, ya pembawaannya dia tuh emang gitu. “ ujar Neysa
“Terserah deh Nes, lo belum kenal deket aja lagian pasti temen lo itu fansnya ya?”
“Tapi emang si Elga tuh gayanya gitu kok Jes, “ ujar Rili.
“Mentang-mentang temen SMP jadi belain?”
“Ya ga gitu juga kan sepengetahuan gue juga. Tapi dulu lo emang putus kenapa sih?” Tanya Rili penasaran.
“Dia jealous dan protektif banget sama gue, udah tau temen cowok gue banyak. Eh… dia make acara ngelarang gue main sama temen-temen gue gitu,”
“Terus kalian putus?”
“Iya, gitu deh. Kita sih putus baik-baik, tapi emang suka gue ceng-cengin, dia sih sering diem aja ga bales ceng-cengan gue,”
“Yaudah lah kalo putus baik-baik ga usah ceng-cengin dia lagi, “
“Cieee… Neysa lo suka ?”
“Ya enggak lah, gue mah suka sama suka sama cowok biasa aja.”
“Eis… cowok yang ga biasa tuh gimana? Cowok yang ga biasa kaya gimana? Paramaeternya itu apa?”
“Perlu gue jawab?” tawa Neysa sambil menatap Jessi yang merasa penasaran.
Rili yang sedari tadi memeriksa kuisioner sudah selesai memeriksa dan menunjukan ekspresi kepuasan.
“Yeeee… kuisionernya udah keisi semua, makasih ya temen-temen bantuannya,”
“Syukur deh,”
“Kasihin ke Kak Anwar dan makasih banyak buat dia juga,”
“Sip deh,”
“Akhirnya kita bakal nonton konser Cruize gratis,” ucap Rili.
“Horeee….”
Mereka puas atas apa yang mereka raih, terutama untuk skala scope anak SMA. Percayalah suatu yang ingin diawali pasti akan berakhir dengan 2 kemungkinan yaitu sukses atau gagal. Tapi kita tidak akan pernah tahu apa hasilnya apabila tidak pernah mencoba mengawali untuk memulainya J

***

2/19/13

4 Sakura Bab 1 (part 1)


Bab 1 (part 1)
Awalan yang pasti ada akhirannya

-Januari  2004-
Minggu pagi ketika cuaca mendung, Rili baru bangun dari hibernasi semalaman karena baru pulang dari study tournya ke Jogja bersama teman-teman sekolahnya.
“Kakak Rili bagun sayang, udah jam 9 masih aja selimutan” ujar mama Rili yang mencoba menarik-narik selimut putrinya.
“Ah mama… badan kakak sakit semua , abis bergrilya di Borobudur.  Setengah jam lagi deh ma… please, ok? Ok?”
“Ikut mama senam aja yuk, biar badannya seger?”
“Makasih ma… makasih tapi aku lagi bener-bener capek!” jawab Rili sambil menarik rapat-rapat selimutnya ke seluruh badan.
Mama Rili yang sudah berusaha membangunkan Rili, hanya menggeleng-geleng kepala melihat putrinya yang susah dibangunkan. Mama Rili pun melanjutkan kegiatannya, yaitu senam di ruang olahraga bersama ibu-ibu kompleks perumahan.
Musik Dangdut kegemaran ibu-ibu menjadi theme song senam aerobic. Sampai senam selesai Rili masih belum bangun dari hibernasinya. Mama Rili kembali masuk kamar Rili dan menarik paksa selimut Rili.
“Mam… Dingin, selimutnya sini.”
“ Udah jam setengah sebelas, anak gadis belum bangun. Ayo cepet bangun”
“Iya… iya ini aku bangun, “
Mama beranjak keluar dari kamar Rili yang sudah bangun. Rili yang matanya masih belunm benar-benar tersadar .
“Males deh, bangun padahal masih ngantuk, bt gue!” gerugutu Rili.
“Rili… kok  masih belum keluar kamar?” teriak sang mama.
“Iya… ma… masih mulet ni, eh beresin tempat tidur maksudnya.”
      Rili yang sudah rapi dan sudah mandi tentunya menuju dapur dan membantu ibunya memasak. Rili sendiri tidak suka memasak, namun terpaksa karena ibunya pasti akan menyuruhnya membantu memasak terutama saat weekend karena Mama Rili lebih suka memasak makanan sendiri daripada harus membeli makanan di luar.
“Mau masak apa kita ma?”
“Nah, gitu dong udah wangi. Tapi kamu ngapain aja sih di kamar mandi kak? Masa madi 1 jam, heran deh mama!”
“Ya mandi doang ma, sikat gigi sama poop juga. Ga ngapa-ngapain lagi kok,”
“Diubah dong kak kebiasaanya mandi lama, ntar kebawa sampe tua”
“Hehe.., iya ma. Tapi btw, kita mau masak sop ya kalau lihat bahan-bahannya?
“Iya papa minta dibuatin sop jamur. Kupas bawang merah sama putih, dulu ya kak!”
“Ok, mammaaamaa”
Rili dan mamanya asyik memasak di dapur sambil saling bercengkrama, Rili menceritakan pengalaman study tournya ke Jogja.
“Ma… si Junho hampir ketinggalan bis lho pas dari hotel mau ke Borobudur,”
“Kok bisa?”
“Bisa dong. Bangunnya kesiangan dan bablas kaya kebo, sama temen-temennya dikerjain ga dibangunin. Eh dia bangun di detik-detik terakhir pas bis mau berangkat dan ga mandi deh. Hahaha”
“Lho kok temen-temennya jahat banget?”
“Dia duluan ma yang jahat, masa malemnya dia iseng cerita setan, trus dia nakut-nakutin kita pas lagi maen kartu. Mana dia maen kartunya curang lagi, eh ga ngaku kalo curang. Nyebelin deh pokoknya,”
“Kamu ga digedor temen-temen kamu karena mandinya lama kak?”
“enak aja ma, aku mandinya cepet kok ma. Kan aku mandi lama kalo di rumah aja,”
“ah masa?” goda si mama.
“Bener ma, Tanya temen aku kalo ga percaya,”
“Ok. Ngupas bawangnya udah belum?”
“ Ini ma , udah banyak kan? Mataku udah perih karena bawang merah,”
“Yaudah nih ulek bumbunya ya.”
“Mama mesti paling males ngulek deh nyuruh aku kalo bagian ngulek-mengulek,”
“Kan udah ada kamu yang jago ngulek,”
Tidak terasa masakannya akhirnya matang, dan si mama mau mandi sehingga memberi tanggung jawab Rili untuk menggoreng tempe.
“Kak tinggal goreng tempenya, jangan ditinggal-tingal ntar gosong. Awas aja ya kalo sampe gosong,”
“Iya mama. Mandi aja biar kalo papa pulang cantik ga bau dapur. Hahaha “
Sore jam 4 tepat papa Rili pulang dari kantor, dan membunyikan belnya agar pintu gerbang dibuka. Vano, adik Rili yang sedang main bola di teras bergegas membuka pintu gerbang menghentikan sejenak menendang bolanya. Papa pun mengeluarkan sesuatu dari bagasi mobil.
“ Papa bawa apa?”
“ Sepeda lipet buat naik gunung,”
“Wah asyik, papa mau naik sepeda ke gunung?”
“Iya nih mas, papa ikut komunitas sepeda d kantor papa”
Mama keluar dari dalam rumah dan langsung tertuju ke sepeda yang dibawa papa.
“Ma, papa ikut komunitas sepeda lho di kantor. Ni sepedanya masih bagus walaupun belinya second, mama juga bisa nyoba. Enteng banget deh enak”
“Papa… kok ga bilang-bilang mama kalo ikut komunitas sepeda?”
“Papa baru tertarik ko. Papa baru pulang nih capek, mau mandi.”
Mama hanya memasang muka yang jutek, karena pengeluaran rumah tangga yang sedang kritis namun si papa suka sekali membeli barang mahal tanpa sepengetahuan mama. Sehingga mama hanya bisa mengurut dada terhadap pengeluaran yang besar akhir-akhir ini.
Rili menawarkan papanya untuk makan setelah papanya selesai mandi.
“Pa, makan yuk. Tadi kakak yang masak, sop jamur, ikan mujaer goreng, sama tahu dan tempe goreng kesukaan papa.”
Mama, papa, dan Rili bersiap menyantap hidangan sore. Tanpa si adik yang sedang bermain bola dengan teman-temannya ke lapangan.
“Kakak bener yang masak?’
“Iya pa, tadi aku yang ngulek bumbu”
“Adik mana? Tadi ada deh, kok ga disuruh makan bareng juga?”
“Maen bola ke lapangan” jawab kakak.
“Masih belum pulang?”
“Udah dibilangin jangan pulang sampe hari petang kok. Tapi masih ga denger juga”
“Oh ya ma, pa, aku mau sparring taekwondo ntar malem,”
“Pulangnya jangan malem-malem ya,” ujar papa
“ Cuma sampe jam jam 9 kok,”
“Study tour kamu gimana? Cerita dong ke papa,”
“Ya gitu deh pa… Pokoknya seru banget, hahaha. Papa sih liburan ga pernah ngajak ke tempat yang jauh-jauh masa ujung-ujungnya paling ke Puncak Puncak lagi. Bosen pa, gimana kalo kek ke Bali liburan akhir tahun ini, iya ga ma?” ujar Rili sambil melirik si mama.
“Emang mama mau? Ah papa sih sebenernya terserah kita mau liburan kemana aja, tapi papa kayanya takut diomelin mama kalo-kalo pengeluaran makin membengkak,” ringis papa menggoda mama.
“ Perasaan galakan papa deh daripada mama, kok jadi mama yang kesannya nenek lampir, ckckck.” Jawab mama yang tidak terima dibilang lebih galak dari si papa.
“ Makanya pa, bilang-bilang lah ke mama kalo mau beli-beli apalagi kalo barangnya mahal trus ya uangnya ditabung dari sekarang buat liburan keluarga. Mama juga jangan jutek-jutek, ntar cantiknya luntur loh,”
“ Cucian kali kak, luntur. Hahaha “ balas si papa.
Canda tawa di dalam keluarga Rili merupakan hal yang sudah biasa.  Rili Vichata atau akrab disapa Rili dikenal sebagai gadis tomboy yang suka grasak-grusuk, ceroboh, serta cuek terhadap penampilannya. Rili sebenarnya tidak terlalu ambil pusing tentang apa yang dipikirkan orang megenai ketomboyannya.
***

      Neysa menghangatkan rendang yang dimasak ibunya semalam, sementara ibunya belum pulang kerja dari rumah makan Padang yang merupakan usaha Ibunya tersebut. Kakak Neysa, Vinda telah pulang kuliah dan sedang selonjoran di sofa sambil membaca majalah.
“Neysa, sini deh ada tas lucu banget harganya murah lagi. Sini, sini liat” seru kakaknya.
Neysa berjalan dari dapur menghampiri kakaknya dan , melihat barang yang ditunjukan kakaknya. “ Wah iya kak lucu tasnya. “
“Kalau gitu kamu minta ke mama ya uang buat beli tasnya . murah kan, Cuma 79.900. Kalo kamu yang minta pasti dikasih. Kamu pengen juga kan tasnya?”
“Ga enak kak, kemarin aku juga baru beli kacamata harganya 150,000. Masa sekarang mau minta beli tas,”
“Kalo kakak yang minta pasti ga dikasih deh,”
“ya ampun kakak, kok gitu bilangnya,”
“Emang iya. Kan kamu anak kesayangan mama,”
“Udah ah kak males aku kalo kakak bilang kaya gitu. Yaudah lah ayo kita makan dulu, rendang sama sayur singkongnya udah keburu dingin lagi ni.”
“Ah bosen makan masakan padang tiap hari,”
“Yaudah kakak cari makan sendiri di luar kalo emang bosen makanan rumah,” ujar Neysa dengan nada bicara agak tinggi.
“Iya … iya… Tapi ayo lah Nes… sekali ini aja minta tolong kakak , ayo dong please… Kamu masa tega sama kakakmu ini?” raung Vinda ke adik tunggalnya tersebut.
“Kak…,”
“ayolah, eh? Eh? Sekali ini… aja,”
“Tapi nggak janji bakal dikasih ya,”
“Bener? Kamu mau ?”
Neysa yang tidak tega melihat wajah kakaknya yang memohon-mohon akhirnya mengiyakan permintaan si kakak walaupun dengan wajah yang juga memelas.
“Makasih adikku saya. Ayo kita makan, ntar keburu dingin lagi makanannya,”
Vinda dan Neysa makan dengan lauk masakan Padang yang dimasak Ibunya tiapa hari sekalian dengan memasak untuk restoran masakan Padangnya. Vinda yang sangat feminine, manja, dan tidak sedewasa Neysa pikirannya. Hal tersebut membuat Ibu mereka lebih sayang pada Neysa yang pikirannya dewasa, rajin, belum lagi mendapat nilai-nilai bagus di sekolahnya.
***
“Nona Heidina Samantha” panggil suster.
“Iya Dokter, saya,”
“Silahkan nona, dokternya sudah menunggu,”
“Makasi  sus,”
      Sore hari sepulangnya dari study tour ke Jogja, Dina begitu panggilan akrab dari Heidina Samantha merasa tidak enak badan dan memutuskan pergi ke dokter diantar oleh sang Ibu.
“Dina udah dipanggil, ma.”
“Ok, ok”
Setelah beberapa saat diperiksa dokter pun menyimpulkan bahwa Dina hanya kecapean sepulang dari study tour. Sang Ibu bersyukur karena putri tunggalnya baik-baik saja.
“Jadi Dina baik-baik aja kan, dok Cuma kecapean?”
“Iya bu, Dina cukup istirahat yang cukup dan saya beri resep ringan membantu meringankan mual dan sakit kepalanya,”
Dina dan Ibunya pulang ke rumah setelah membeli obat di apotik. Sesampainya di rumah, Dina langsung beristirahat. Dina yang manja meminta ibunya menemaninya tidur di kamarnya.
“Dina, kamu udah mau 15 tahun tapi kok masih manja minta dikelon mama,” goda mama.
“Mama kan kerja jauh pulang bisa Cuma seminggu 2 atau 3 kali, masa ga mau sih nemenin Dina tidur,”
“Iya sayang, mama nemenin kamu deh. Tapi mama buatin kamu bubur dulu yah,”
“Makan apa aja enak kok asal mama yang masak,”
“Dina… kamu tumben banget ngalem, biasanya apa-apa mandiri, mama kira malah kamu tuh udah 21 tahun kadang-kadang karena kecil-kecil kamu kaya orang tua,”
“Masa sih ma? Padahal yang aku tahu, di mata orang tua seringnya menganggap anaknya masih anak kecil walaupun kenyataannya sudah dewasa,”
“Itu ga berlaku bagi kamu, mama yang sering dijagain sama kamu malahan. Dina, Dina… “
Dina dengan mata yang berkaca-kaca menatap Ibunya dan tidur di atas pangkuan Ibunya, tak pernah terbayang bila Ibunya tidak di sampingnya setelah ayahnya meninggalkan dia dan ibunya. Di balik sikap dingin dan pendiam Dina, ia sebenarnya tumbuh menjadi gadis mandiri yang peka terhadap lingkungan. Dan juga dia gadis pekerja keras yang  pantang menyerah akan mimpi-mimpinya.
Mama Dina berkata di hati kecilnya bahwa dia menyayangi Dina dari apapun di dunia ini dan tidak ingin membuat anaknya merasa sedih walaupun Dina tumbuh tanpa peran dan kasih sayang dari seorang Ayah dan hanya dibesarkan oleh seorang Ibu yang hidup apa adanya dan terlalu sibuk bekerja demi memberikan kehidupan yang layak bagi putrinya tersebut.
***

Hari Minggu yang terang dan cerah di sebuah kota kecil tepatnya di Jakarta Coret. Kota yang terletak di pinggiran Jakarta dan juga mempunyai kepadatan penduduk yang tak kalah padat dengan Jakarta. Kegiatan di hari Minggu pagi, terlihat banyak orang yang sedang melakukan olah raga pagi terutama alun-alun kota yang dipadati oleh muda-mudi bahkan oleh orang tua yang juga senam dan lari pagi.
Iya benar sekali, Hari Minggu memang harinya berlibur dan meluangkan waktu melakukan aktivitas lain di luar pekerjaan yang mungkin membuat penat jiwa dan raga. Alun – alun yang terdapat di pusat kota dan berada di kompleks kantor pemerintahan, menjadi salah satu tujuan banyak keluarga juga yang memilih beraktivitas menyegarkan pikiran dan otak. Belum lagi, asap polusi yang minim karena tempatnya berada di hutan kota dan tertera tanda jalur green peace yang hanya boleh memakai kendaraan non bahan bakar yang menimbulkan asap.
Musim hujan tidak mengganggu aktivitas mereka, walaupun hampir setiap malam hujan deras namun tidak mengurangi antusias masyarakat untuk berefreshing di alun alun seperti Minggu pagi kali ini di bulan Januari . Rili dan teman-temannya juga tidak kalah sering main ke alun-alun saat Minggu pagi, namun Minggu ini mereka absen pergi ke alun-alun diakibatkan banyak yang masih kecapean akibat study tour yang baru pulang Jumat malam.
Untungnya musim hujan tahun 2004 ini tidak seperti musim hujan 2002 yang mengakibatkan banjir bandang dimana-mana. Termasuk di kota ini juga, sempat banjir yang membuat gempar penduduk kota.
***
               
Pukul 8.15 di Minggu pagi, si gadis cantik, feminine ini baru saja terbangun dari tidurnya, yap dia adalah Jessi. Jessi si cantik anggun, dan mempunyai mimpi menjadi penyanyi dan penari ini biasanya rajin mengolah vocal dan berlatih menari setiap hari Minggu. Namun sepertinya Minggu ini dia absen untuk latihan dikarenakan karena dirinya yang masih capek akibat study tour ke Jogja.
“Kak Jessi, “ panggil si kecil Kiya yang merupakan adik tunggal Jessi yang masuk ke kamar Jessi.
“huaaa…. Kenapa Kiya? “ Jessi yang masih setengah sadar dari tidurnya segera mebalas si adik.
“Kak Juno ga kesini hari ini?”
“kayanya sih enggak, jam berapa sih sekarang?”
“jam 8.15 kakak. Kok ga kesini? Biasanya kesini?” ujar Kiya dengan nada kecewa.
“Masih capek deh kayanya, udah ya Kiya maen sama teddy aja,”
“ Aissss… aku bukan anak kecil lagi kali kak,” ujar Kiya dengn nada kesal.
“Yaudah main sama temen-temen kamu sana,”
Kiya keluar dari kamar Jessi sambil membanting pintu kamar Jessi.
“Heh heh… Kiyaaaaa, pintunya jebol ntar katanya bukan anak kecil lagi, dasar bocah main banting aja!” Jessi melanjutkan tidurnya dan tanpa mempedulikan adiknya yang sedang ngambek.
***